Tuesday, April 19, 2011

Hai, nama saya Abizar

Hahaha.. gak tau dia bakal ngamuk atau gimana kalau tau saya nulis tentang dia disini.


Nih, kenalkan adik saya yang paling ganteng (iyalah satu-satunya getoh) namanya M. Abizar. Umurnya udah sepuluh tahun dan dia duduk di kelas 4 SD. Ahh, usia kita cuma beda lima tahun, mungkin hal ini yang sering bikin kita selalu bertengkar dan bikin mama marah (maaf ya ma).

Ya, makanya kita berantem pasti ada sebabnya. Kalau dia tidak menyebalkan begitu mana mungkin saya ujuk-ujuk ngegeplak bibirnya. Yah, meskipun kadang suka asem, adik saya ini pinter loh. Ya, seenggaknya masup sepuluh besar lah di kelasnya. Hihihihi...

Tapi, meskipun udah gede begini, dia belum juga disunat. Takut cenah.

"Heh, kapan sunat lu?"
"Nanti kalau udah SMA."

Waduuuuuuh, mama dan bapak juga maunya begitu, nunggu sampai dia mau. Tapi, ya kalau sampai SMA mau disunat pake apa? Gergaji?

Selain belum sunat, si adek ini suka sotoy. Misalnya kalau mau mandi suka pura-pura manggil mama atau aku.
"Maaaaaaaaaaaaa, sini deh."
Hemh, tipuan! Dia sebenernya takut tuh kalau ditinggal sendiri di kamar mandi atau dapur. Maunya ditemeniiiiiin terus. Kalau mandi, eek, atau bahkan naro piring atau cuma minum. Haduh ampun deh.

Selain itu, dia juga suka nanya pertanyaan yang bego banget.
"Ma, aku gosok gigi ya?" Elah! Gosok gigi aje pake minta ijin. Atau "Ma, aku mau eek boleh gak?"  Lah, gimana kalau mama jawabnya gak boleh?

Yang lain lagi, ni anak hobi banget ngoleksi mainan. Mainannya udah menggunung, berapa biji tuh ember gede penuh sama mainan dia semua, ditaro dipojok ruangan dan kadang-kadang ngeberusut longsor. Dan yang udah rongsok pun gak boleh dibuang. Kalau ketauan dibuang, beuh dia bakalan ngamuk-ngamuk deh.
"Ulaaah, eta teh nu abi nyaho!"* 

Dia sotoy kan? Kalo gak percaya liat nih:








 *"Jangan itu punya aku!"



 

Yuk, budayakan makan sambil duduk

Dewasa ini mungkin kita tak jarang menemukan orang yang kalau makan atau minum sambil berdiri. Tapi, dibalik itu saya sendiri penasaran hal demikian diperbolehkan atau tidak. Pasalnya, di sekolah saya makan sambil berdiri itu dilarang dan dianjurkan makan atau minum sambil duduk. Kenapa sih memangnya kalau makan atau minum sambil berdiri?
pertama kita lihat hadist ini:



Dari Anas dan Qatadah, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri, Qotadah berkata:”Bagaimana dengan makan?” beliau menjawab: “Itu kebih buruk lagi”. (HR.Muslim dan Turmidzi)
atau ini nih...
Bersabda Nabi dari Abu Hurairah,”Jangan kalian minum sambil berdiri ! Apabila kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan !” (HR. Muslim)

Nah, sebagai muslim yang baik tentu kita harus mengikuti tuntunan rasul kita Muhammad.










Cerita mamah katanya kalau kita jalan sambil bawa-bawa makanan, setan itu mengikuti kita, menunggu-nunggu kita untuk memakannya tanpa baca doa dulu, dia kegirangan tuh kalau melihat kita makan dengan terburu-buru.


Dari segi kesehatan juga kita lebih dianjurkan makan sambil duduk karena memudahkan kita agar pencernaan bisa lebih baik dalam mencerna makanan yang kita makan. Selain itu, kalau mau makan doa dulu, pake tangan kanan, dianjurkan dimulai dari pinggir, tidak duduk sambil bersandar, dan makan di tempat yang baik-baik, supaya berkah dan bermanfaat. Amin.


Yuk, makan sambil duduk ^^

Monday, April 18, 2011

Ini nih, yang bikin hati tersentak

Suatu hari seorang Guru berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu beliau mengajukan enam pertanyaan.

Pertama.
“Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?”

Murid-muridnya ada yang menjawab…”orang tua”, “guru”, “teman”, dan “kerabatnya”. Sang Guru menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah “kematian”. Sebab kematian adalah PASTI adanya.

Lalu Sang Guru meneruskan pertanyaan kedua. “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini ?”
Murid-muridnya ada yang menjawab…”negara Cina”, “bulan”, “matahari”, dan “bintang-bintang”. Lalu Sang Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang diberikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah “masa lalu”. Siapapun kita, bagaimana pun kita, dan betapa kayanya kita, tetap kita TIDAK bisa kembali ke masa lalu. Sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang.

Sang Guru meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. “Apa yang paling besar di dunia ini ?”
Murid-muridnya ada yang menjawab…”gunung”, “bumi”, dan “matahari”. Semua jawaban itu benar kata Sang Guru. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah “nafsu”. Banyak manusia menjadi celaka karena memperturutkan hawa nafsunya. Segala cara dihalalkan demi mewujudkan impian nafsu. Karena itu, kita harus hati-hati dengan hawa nafsu ini, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka (atau kesengsaraan dunia dan akhirat).

Pertanyaan keempat adalah “Apa yang paling berat di dunia ini ?”
Di antara muridnya ada yang menjawab…”baja”, “besi”, dan “gajah”. “Semua jawaban hampir benar”, kata Sang Guru, tapi yang paling berat adalah “memegang amanah”.

Pertanyaan yang kelima adalah “Apa yang paling ringan di dunia ini ?”
Ada yang menjawab “kapas”, “angin”, “debu”, dan “daun-daunan”. “Semua itu benar…”, kata Sang Guru, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah “meninggalkan ibadah”.

Lalu pertanyaan keenam adalah “Apakah yang paling tajam di dunia ini ?”
Murid-muridnya menjawab dengan serentak… “PEDANG…!! !”. “(hampir) Benar…”, kata Sang Guru , tetapi yang paling tajam adalah “lidah manusia”. Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Sudahkah kita menjadi insan yang selalu ingat akan KEMATIAN
senantiasa belajar dari MASA LALU
dan tidak memperturutkan NAFSU ?
Sudahkah kita mampu MENGEMBAN AMANAH sekecil apapun
dengan tidak MENINGGALKAN IBADAH
serta senantiasa MENJAGA LIDAH kita ?

Boyz II Men - First Love

Subhanallah, lagu ini bikin saya sensitif. Meskipun masih bocah, saya bisa memahami arti mendalam dari lagu ini. Liriknya dalem banget, selain itu karena lagu ini mengingatkan saya sama seseorang (ketika saya lagi deket sama doi kemaren-kemaren. Tapi doi bukan mantan apalagi first love saya lho, hihihi).

[verse 1]
the last kiss we shared, tasted like a wine
sweet and bitter like, our memories
and i long for you to, come right back to me
tomorrow the time will be the same as today
nothing goes on in my heart except your memories
where will you be, and who will you think of…!

[chorus]
you were always gonna be my love
and you should know
even if i fall in love with somebody else
i’ll remember to love you taught me how
you were always gonna be the one
and for now, i’ll still be singing this love song
for… somebody like you
my first love…

[verse 2]
time after time, baby i tried to forget our life together
but the memories are so so hard to let go
tomorrow the time will be the same as today
trying to hold back the tears when thinking of you
all i want is to be with you once more…!

[chorus 2]
you will always be inside my heart
and you should know
that i wish that i could ever let you go
i know that i love you [?]
now and forever see the one
and for now, i’ll still be singing this love song
for… somebody like you
my first love…

[chorus]
you were always gonna be my love
and you should know
even if i fall in love with somebody else
i’ll remember to love you to hell
you were always gonna be the one
i’ll still be singing this love song
for… somebody like you
my first love…

Si Jeruk yang Menyebalkan

coba lihat ini:




kenalkan, namanya Orange, Annoying Orange. Si Orange ini nyebelin banget. Kerjaannya setiap hari adalah diam di dapur dan ngusilin buah lain. Eh, gak selalu buah deng, kadang bola juga dia usilin, atau barang elektronik, bahkan dinosaurus!

Tapi anehnya, si Orange ini gak mati-mati. Sementara semua buah atau benda yang diajak ngomong sama dia berakhir dengan tragis. Dimutilasi lah, diblender, atau kena meteor.

Film pendek ini berdurasi sekitar 3 atau 4 menitan. Tentang yang buatnya siapa sih saya juga gak tau, yang jelas orang yang bikinnya ini kreatif banget, benda yang gak bergerak dibuat ngomong komat-kamit. hahaha lucu banget deh. meskipun kalau nonton mungkin gak akan sampe ketawa terpingkal-pingkal tapi cocoklah buat hiburan disela-sela bikin makalah.

ini nih, yang sama nyebelinnya: Grandpa Lemon


atau ini, si Lady Pasta

Sunday, April 3, 2011

Ingat?

 “Mungkin kau akan sedikit terkejut. Siapa aku? Coba kau tebak? Tapi kurasa kau tak ingat aku. Jadi, biarlah saja sampai kau tahu sendiri. Yang jelas aku ini temanmu, yang sewaktu kau SMU adalah teman sekelasmu. Tapi ketika itu jumlah perempuan ada dua puluh satu murid. Sedikit, kan?

Begini ya, aku punya cerita. Dulu, aku tak sengaja melihatmu dari pinggir. Ketika itu kau sedang ada di balkon depan kelas, menekuk kedua sikumu, dan memandang ke bawah. Kau ingat? Ketika itu anak IPS sedang melakukan hal bodoh. Ingat?

Kau tahu apa yang kupikirkan saat itu? Aku pikir kau tidak terlalu buruk—bahkan keren! Hanya saja kau hitam. Haha, maaf ya.

Sebelumnya aku berpikir kau itu sangat menjengkelkan, begitu berantakan, dan… memalukan. Bagaimana tidak? Setiap Senin kau selalu ada dalam barisan orang-orang terlambat, yang berada di luar gerbang sekolah saat upacara. Kau juga sering tidur di kelas, dan mentelantarkan tugas-tugasmu, semua peermu, tidak ada satupun yang kau kerjakan di luar sekolah! Belum lagi main dengan teman asramamu, melempar-lempar nasi sisa makan siang. Astaga! Bagaimana bisa aku menyukaimu?

Tapi, mungkin remaja memang begitu—mudah kagum, atau apa. Tapi juga, entah kenapa aku bisa melihatmu seperti itu. Seperti kau anak baru yang bermasalah saja. Ya, aku penasaran denganmu.

Lalu, entah bagaimana. Seakan pucuk yang dicinta malah ulam yang tiba. Aku punya nomor teleponmu, tanpa minta pada siapa pun. Malah kau yan mengirimiku pesan duluan! Nah, sekarang kau ingat siapa aku?

Lalu, selama empat bulan kemudian kita berteman. Berkomunikasi lewat kirim-mengirim pesan tanpa pernah bertegur sapa selama empat bulan itu—habis aku malu kalau harus menyapamu duluan! Lalu, kau menyapaku. Aku masih ingat kata pertama yang kau katakan: “Sombong, euy. Si jelek sombong.”
Lalu aku tercengang, jujur aku tak tahu kalau kau yang bicara. Kan aku hanya lewat di depanmu, dan ketika itu kita sedang musuhan. Ingat? Lalu kau tersenyum, membuat  jantungku berdegup kencang sekali (untung jarak kita sudah jauh, sekitar sepuluh jengkal, jika tidak kau bisa mendengarnya, dan aku bisa mati konyol). Aku amat senang, kau tahu?

Oh, ya. Dan sebelumnya—ketika kau belum pernah menyapaku—sekolah mengadakan porak. Kau main tenis meja, kan? Dan kau kalah karena menurutmu temanmu main tidak bagus, kau menyalahkan temanmu. “Gara-gara Dennis, jadi tim kita kalah. Padahal aku sudah main bagus sekali. Gara-gara dia, sumpah,”  begitu katamu. Kau bilang begitu lewat pesan, bahkan ketika kita hanya berjarak  enam meter! Ingat?

Tapi, meskipun kita begitu dekat, kita tidak sampai jadian. Lagipula, aku tak ingin dulu pacaran. Pacaran tidak akan berguna ketika kau sedang dalam proses belajar. Iya, kan? Tapi, kau sempat mengaku cemburu jika aku dekat dengan teman priaku. Padahal ketika itu kami hanya mengobrol soal tugas kelompok! Kau mengungkapkan itu lewat pesan. Ya, kau selalu mengirimiku pesan setiap sepuluh menit sekali.

Oh, ya. Kau pernah bilang kau ini atlit kecelakaan. Maksudnya kau jadi atlit bukan maumu. Iya, kan? Ketika itu kau mengirimiku pesan setiap jam setengah sepuluh malam. Kau bercerita tentang asramamu yang begitu tidak menyenangkan. Tentang kalian—para atlit muda—seringkali berdemo jika tidak diberi uang saku. Dan akhir-akhirnya kalian dimarahi pengurus juga. Dan ketika itu kau mengeluh untuk berhenti. Kau menyerah, kau ingin berhenti jadi atlit. Kukatan tidak boleh begitu, kau ingat? Kukatakan asrama itu seru, tidak sepi seperti keadaan rumahku setiap hari. Kau itu beruntung, jadi jangan menyerah.

Ya, kau sering mengeluh. Kau sering jatuh juga. Kau sering menabrak tempat sampah yang ada di depan kelas, kau sering diserempet motor ketika kau berjalan terlalu ke samping di trotoar, kau sering cedera ketika latihan, kau sering, sering sekali mengeluhkannya dan bercerita padaku. Entah itu berlebihan atau apa. Tapi aku senang mendengar ceritamu. Kau begitu terbuka dan menyenangkan—sekaligus misterius. Aku pernah bilang begitu, kau ingat? Dan kau selalu memanggilku ‘jelek’ padahal kau sendiri gosong. Dan kita selalu berdebat soal apa pun. Soal bola, soal kaos, soal guru-guru, soal tugas sekolah. Hingga suatu saat kita bertengkar hebat dan kau tak pernah mengirimiku pesan lagi.

Ah, tak terasa sudah dua puluh tahun sejak kejadian yang terakhir itu. Kau begitu berbeda sekarang. Dulu aku suka matamu yang tajam. Kau begitu menawan, seperti patung buatan seniman yang  dipahat hati-hati. Kau tinggi, begitu besar, apalagi jika aku melihatmu ketika kita sedang bersebelahan—secara sengaja.

Tapi kini kau begitu lemah. Kau banyak berubah. Matamu jadi gelap, dan lenganmu tak sekekar dulu. Punggungmu tidak setegap dulu juga. Lalu Noi menelponku untuk datang ke sini, menengokmu sebagai teman lama. Oh, entah bagaimana dia bisa tidak menghilangkan nomor rumahku sementara kontak terakhir kita sudah lama sekali. Dan ini aku, datang karena kutahu kau pasti sedang tidak beres, kau sakit apa sih? Oya, aku juga kaget bisa ketemu kau lagi! Di Bandung ini siapa yang pernah kau kenal selain aku dan Noi?”

Sebelas detik hening. Dan ia mulai bicara.

“Juli, kau tahu sesuatu? Aku yang meminta Noi menghubungimu dan aku ingat semuanya. Semua saat kau berumur lima belas dan aku enam belas, ketika aku begitu bodoh soal matematika.”

“Syukurlah. Lalu mana keluargamu? Mana istrimu?” kataku antusias.

Sepuluh detik hening.

“Aku… belum menikah,” kata Rangga yang terbaring di depanku, yang sejak tadi kuceritakan semuanya.

“Belum menikah?”

Delapan detik hening.

“Ya.”

Dua belas detik hening.

“Jadi, yang mana punyamu?” katanya lagi sambil memalingkan wajah ke dua orang anak balita di depannya.

“Yang mana?” kataku sedikit tidak paham.

“Ya, yang mana punyamu?” ulangnya.

“Tentu saja mereka semua anak-anakku,” kataku bangga.

“Ya, itu... bagus.”

Tak lama air mata bergulir di pipinya yang tak sekencang dulu itu, tapi air mukanya tidak menampakan perubahan apa pun. Ekspresi mukanya tetap datar.

“Kenapa kau menangis?” kataku salah tingkah.

“Seharusnya—mereka—anak-anakku juga,” ia berkata perlahan. Amat pelan sampai aku tak bisa mendengarnya, dan aku tercengang.




You were always gonna be my love and you should know
Even if I fall in love with somebody else
I'll remember to love you taught me how
You were always gonna be the one
and for now, I'll still be singing this love song
for... Somebody like you, my first love

Boys II Men – First Love